Rancakmedia.com – Banyak orang yang masih belum paham tentang apa itu pajak masukan dan pajak keluaran, untuk itu pada artikel dibawah ini kami akan memberikan informasinya secara lengkap, sebagai berikut.
Pernah mendengar pajak masukan dan pajak keluaran pada pelaporan PPN? Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak konsumsi yang dikenakan pada pembeli akhir barang dan jasa. Sebagai pajak konsumsi yang menyasar konsumen akhir, PPN tidak dimaksudkan untuk dikenakan kepada Perusahaan Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan.
Karena PKP tidak menanggung seluruh biaya PPN, maka PKP diberi kewenangan untuk mengkredit pajak masukan. Dengan metode ini, PKP dapat mengetahui berapa pajak masukan yang telah ia bayarkan berdasarkan berapa banyak pajak keluaran yang ia kumpulkan.
Pengertian Apa Itu Pajak Masukan
Merujuk pada IBFD International Tax Glossary (2015), pajak masukan atau pajak pertambahan nilai (PPN) adalah PPN yang dibayarkan oleh pengusaha sehubungan dengan pengadaan barang dan jasa untuk kegiatan usaha.
Selain itu, pajak masukan biasanya dapat dikreditkan jika barang dan jasa digunakan dalam transaksi kena pajak. Tetapi pajak ini biasanya tidak dapat dikembalikan jika barang atau jasa tersebut digunakan untuk tujuan bebas pajak.
Menurut Kath Nithingale (2002), PPN yang dapat ditagih kembali oleh PKP atas pembelian adalah apa yang dia sebut sebagai “pajak masukan”.
Untuk keperluan penghitungan pajak masukan, PPN yang terutang oleh PKP atas pembelian Barang Kena Pajak (BKP), pembelian Jasa Kena Pajak (JKP), penggunaan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, dan/atau impor BKP dibayar berdasarkan Pasal 1 Angka 24 UU PPN.
PPN yang dipungut oleh PKP pada saat pengajuan BKP/JKP selama masa pajak tertentu dapat ditafsirkan sebagai pajak ini. Di bawah metode kredit pajak, PKP dapat memperhitungkan pajak ketika mencari tahu berapa banyak pajak yang masih terutang.
Terakhir, mekanisme pengkreditan pajak masukan memungkinkan perusahaan mengambil pajak yang dibayarkan saat membeli barang dan jasa dan menguranginya dari pajak yang didapat saat menjual barang tersebut.
Tambahan pajak keluaran harus ditempatkan di kas negara jika pajak keluaran melebihi pajak masukan. Sebaliknya, jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dibayar pada masa pajak berikutnya atau diganti.
Meskipun dapat digunakan sebagai pengurang untuk mengetahui berapa pajak yang harus dibayar, tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan. Konsep kredit pajak ini diatur oleh Pasal 9 UU PPN, yang mengatur kredit pajak ini.
Pengkreditan Pajak
Pada dasarnya, pajak masukan dikurangkan dari pajak keluaran pada masa pajak yang sama dengan saat pembayarannya. Namun, untuk PKP yang belum berproduksi, pajak masukan atas pembelian dan/atau impor barang modal diperbolehkan untuk diganti kecuali pajak masukan atas pengeluaran untuk:
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha diverifikasi sebagai PKP
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai kaitan langsung dengan kegiatan perusahaan
- Sedan atau station wagon adalah salah satu yang digunakan untuk transportasi pribadi daripada tujuan bisnis atau sebagai alat transportasi untuk disewa atau dijual.
- Konsumsi Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau penggunaan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau tidak memuat nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak
- Penggunaan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Penggunaan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi kriteria
- Membeli barang atau jasa kena pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak dan untuk itu ditagihkan pajak masukan
- Memperoleh barang atau jasa kena pajak yang belum diungkapkan PPN masukannya dalam SPT Masa dan
Bahkan tanpa PKP yang lengkap, boleh saja membeli barang kena pajak yang bukan barang modal atau jasa kena pajak. - Pajak masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
PKP wajib membayar selisih PPN jika pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan pada akhir masa pajak. Jika pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari pajak keluaran untuk suatu masa pajak, selisihnya adalah kelebihan pajak yang diganti untuk masa pajak berikutnya.
Hal ini menunjukkan bahwa pajak masukan mungkin lebih besar dari pajak keluaran dalam suatu masa pajak. Kelebihan pajak masukan tidak dapat dipulihkan dalam masa pajak yang bersangkutan tetapi dibayar pada masa pajak berikutnya.
Karakteristik Pajak Masukan
Dalam penerapan PPN, PKP mengkredit pajak masukan dan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Jika pajak keluaran lebih tinggi dari yang diharapkan selama masa pajak ini, pajak tambahan harus dibayarkan ke kas negara.
Sebaliknya, jika dalam masa pajak tersebut masa pajak masukan lebih besar dari pada pajak keluaran, maka kelebihan pajak masukan dapat dilunasi pada masa pajak berikutnya. Jumlah yang harus dibayar oleh PKP dapat berubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayarkan.
Pengertian Apa Itu Pajak Keluaran
Merujuk pada IBFD International Tax Glossary (2015), pajak keluaran/pajak pertambahan nilai keluaran (PPN) atau pajak keluaran adalah PPN yang harus dibayarkan kepada fiskus oleh pelaku usaha atas penyerahan barang atau jasa kepada pihak ketiga.
Sedangkan pajak keluaran didefinisikan oleh Kath Nithingale (2002) sebagai PPN yang harus dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan barang atau jasa kena pajak. Sebagian besar waktu, Anda mengambil pajak dari harga jual dan menambahkan tarif PPN ke hasil untuk mendapatkan pajak keluaran.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 25 UU PPN, pajak keluaran adalah pembayaran PPN yang wajib dipungut oleh PKP yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP.
Pada dasarnya, pajak keluaran dapat dipandang sebagai PPN yang dibebankan oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau konsumen. Selain itu, PKP wajib membuat Faktur Pajak sebagai bukti bahwa PPN telah dipungut.
Pada faktur pajak, PKP penjual mencantumkan jumlah PPN yang telah dibayar pembeli kepada mereka. Pada saat PKP menyerahkan barang atau jasa, dikenakan pajak atas pajak tersebut yang dipungut PPN.
Faktur pajak harus diterbitkan pada saat penyerahan atau penerimaan pembayaran, menurut aturan umum. Namun, dalam beberapa kasus, PKP memungkinkan untuk membuat faktur pajak di lain waktu.
Informasi tambahan tentang faktur pajak disediakan oleh Perdirjen Pajak No.PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d., Perdirjen Pajak No.PER-17/PJ/2014, dan Perdirjen Pajak No.PER-04/PJ/2020.
Besarnya pajak keluaran akan dihitung dengan pajak masukan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. Selain itu, Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT) harus mencantumkan jumlah pajak keluaran dan jumlah pajak masukan.
Karakteristik Pajak Keluaran
PPN dianggap sebagai pajak yang objektif, karena dalam pemungutannya PPN lebih menekankan pada hal yang dikenakan pajak. Pelaksanaan pajak keluaran dimulai dengan penetapan tarif barang. Vendor selanjutnya akan bertanggung jawab untuk memungut pajak yang berlaku.
PKP yang telah melakukan transaksi jual beli barang menandakan bahwa PKP telah mengambil/memungut rupiah hasil penjualan BKP miliknya yang diperoleh nasabah, yang nantinya juga dapat dijadikan sebagai kredit pajak.
Batas waktu pengkreditan pajak keluaran adalah 3 bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu luang untuk menyelesaikan kredit pajak. Sebagai bukti pemungutan PPN, PKP wajib membuat Faktur Pajak.
PPN atas Faktur Pajak adalah Pajak Keluaran bagi PKP penjual Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Dalam hal PKP menerima BKP dan/atau JKP dan/atau menggunakan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau menggunakan JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau mengimpor BKP, maka PPN merupakan pajak masukan untuk PKP tersebut.
Besarnya Pajak Keluaran dan Pajak Masukan tersebut kemudian dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak (SPT) (SPT). Apabila jumlah pajak keluaran lebih besar dari jumlah pajak masukan, maka selisihnya adalah besarnya PPN yang harus disetor ke Kas Negara oleh PKP.
Jika dalam suatu masa pajak, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari jumlah pajak keluaran, maka selisihnya adalah kelebihan pajak yang diganti untuk masa pajak berikutnya. Namun, apabila kelebihan pajak masukan tersebut terjadi pada akhir masa pajak pada akhir tahun buku, kelebihan pajak masukan tersebut dapat dikembalikan untuk pengembalian (restitusi).
FAQ
Di bawah ini kami telah merangkum beberapa pertanyaan yang sering di tanyakan tentang pajak, sebagai berikut:
Bagaimana Jika Jumlah Pajak Keluaran Lebih Besar Dari Pajak Masukan Untuk Suatu Masa Pajak?
Apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar dibandingkan dengan pajak masukan, maka selisihnya ialah pajak pertambahan nilai yang harus di bayar oleh pengusaha kena pajak.
Kesimpulan
PPN adalah pajak konsumsi yang dikenakan pada pembeli akhir barang dan jasa. Dengan metode ini, PKP dapat mengetahui berapa pajak masukan yang telah ia bayarkan berdasarkan berapa banyak pajak keluaran yang ia kumpulkan.
PPN yang dipungut oleh PKP pada saat pengajuan BKP/JKP selama masa pajak tertentu dapat ditafsirkan sebagai pajak ini. Pajak masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Jika pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari pajak keluaran untuk suatu masa pajak, selisihnya adalah kelebihan pajak yang diganti untuk masa pajak berikutnya. Jumlah yang harus dibayar oleh PKP dapat berubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayarkan.