Kronologi Saung Angklung Udjo Terancam Tutup di Beberkan Oleh Pemilik – Direktur Utama PT Saung Angklung Udjo (SAU), Taufik Hidayat Udjo membenarkan kabar peluang penutupan objek wisata berbasis budaya di Kota Bandung, Jawa Barat tersebut. Ia pun menjabarkan kronologi situasi yang mereka alami.
“Bukan sebulan lagi, malah bulan ini (terancam tutup). Saya bahkan sudah bilang ke pegawai ‘kalau bulan ini enggak ada gaji gimana?’ Mereka diam saja enggak menjawab tetapi meski begitu mereka tetap kerja juga,” kata Taufik.
Taufik menjelaskan, ihwal rencana penutupan terjadi karena pandemi Covid-19. Pandemi virus corona yang merebak di Indonesia pada Maret 2020 lalu berdampak pada penurunan pengunjung secara signifikan.
Sebagaimana kota-kota lainnya di Indonesia, Kota Bandung menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terkait dengan situasi pandemi. Pembatasan aktivitas tersebut salah satunya berupa pelarangan turis asing datang dan siswa-siswi di sekolah hanya melakukan pembelajaran secara daring.
“Sebenarnya peristiwa ini dari 15 Maret, kami sudah tutup total sampai dengan 14 hari. Kami berasumsi ‘okelah sebentar (dua minggu)’, sehingga memang kami tutup total,” ujar Taufik.
Nyatanya, PSBB diperpanjang hingga berjilid-jilid. Sementara PT SAU tetap harus membayar gaji hampir seribu karyawannya.
“Awalnya menggaji dengan biasa (normal), dikurangin dan sampai dengan detik sekarang kami tidak bisa berbuat apa-apa. [Kami] kaitannya dengan kegiatan offline (tatap muka),” tutur Taufik.
Taufik menyadari betul aturan pemerintah harus ditaati. Namun sebagai pengusaha yang bergerak di bidang pariwisata, lama-lama kondisi semakin terpuruk yang berujung terpaksa merumahkan karyawan.
SAU memiliki nyaris seribu karyawan. Mereka terdiri dari 400 pemain musik, 200 pekerja di bagian produksi, dan sisanya para pengrajin. Taufik menyebut ada lebih dari 600 orang yang bekerja langsung di SAU setiap harinya, bila ditambah dengan supplier dan pekerja acara, jumlah melonjak menjadi sekitar 1.000.
Para pekerja SAU itu saat ini sebagian besar dirumahkan, sisanya memilih mundur dan hanya beberapa yang bertahan dengan gaji kurang dari setengah dari semula. Pemotongan gaji dilakukan sejak April tahun lalu.
“Yang masih kami pertahankan ya paling pemelihara tempat, penyambut tamu, dan mereka yang masih beraktivitas di studio. Sekitar 20 persen lah yang masih bertahan,” ungkap Taufik.
Tak hanya pertunjukan yang terhenti akibat dampak pandemi, produksi angklung, kegiatan acara pernikahan, produksi suvenir, hingga pertunjukan ke luar negeri nyaris terhenti.
Taufik menyebut biasanya tamu yang datang bisa mencapai 2.000 orang per hari. Kini, dengan kondisi pandemi, mencapai 20 orang tamu saja diakui sulit. Ketika mereka hanya membuka saat akhir pekan, tamu pun tak jua datang.
Pengunjung yang datang ke Saung Angklung Udjo lebih dari 90 persen adalah anak sekolah dan turis asing. Pertunjukan sendiri sifatnya grup dengan jumlah massa ratusan orang, hal yang sudah pasti dilarang kala pandemi.
“Ada regulasi dan kekhawatiran orang tentang berita Bandung masuk zona merah dan sebagainya,” kata Taufik.
“Sekarang semuanya itu 90 persen lebih berhenti total. Okelah ada virtual, cuma kan itu belum bisa apa-apa dengan anggota kita yang hampir 1.000 orang,” lanjutnya.
Selain biaya gaji, Taufik mengakui bahwa biaya yang harus ditutupi menjadi beban. Mulai dari bayar cicilan aset, BPJS, listrik, dan pajak.
Taufik pun berharap pemerintah bisa ikut memberikan solusi. Sebab, ia menilai SAU tak hanya soal pariwisata tetapi juga bagian dari pemeliharaan kesenian dan kebudayaan Jawa Barat.
“Saya dari Desember kemarin sudah kesulitan. Saya sudah mencoba mengontak dari pusat maupun daerah tolong beri waktu audiensi tapi belum ada tanggapan,” kata Taufik.
“Kalau saya bicara sekadar owner Saung Angklung Udjo, saya berhenti, saya jual kemudian jadi apartemen kek atau apa kek selesai. Berarti saya punya duit dari apa yang saya jual,” lanjutnya.
“Tapi yang hampir 1.000 orang karyawan bagaimana? Ada yang dari tiga tahun kerja di saung sekarang sudah umur 20-an kemudian sekarang harus lepas, padahal Saung Angklung sudah menjadi jiwanya karena dia terdidik bahkan jadi lebih mapan. Itu banyak sekali yang terhenti,” ujar Taufik.
Sumber : cnnindonesia.com