Rionny Mainaky Mengemban Tugas Untuk Dapatkan Emas Olimpiade – Rionny Mainaky memegang pekerjaan paling berat di PBSI sepanjang satu tahun di depan. Dia harus siap pasang tubuh pada prestasi badminton Indonesia dengan keadaan tahun awal yang langsung panas dan membara.
Dengan keadaan Olimpiade 2020 ditunda, keadaan penggantian pengurusan PBSI memang jadi tidak bagus. Dalam tiga pengurusan paling akhir, Olimpiade sering menjadi akhirnya masa pengurusan.
Bisa disebut, Olimpiade jadi penetapan dan parameter kesuksesan satu pengurusan, terhitung Kabid Binpres didalamnya.
Hal tersebut yang tidak didapatkan oleh Pengurusan PBSI 2016-2020 di bawah Wiranto. Karena wabah corona, Olimpiade ditunda.
Penggantian pengurusan masih berjalan dan PBSI sudah umumkan Rionny Mainaky selaku Kabid Binpres PBSI. Informasi itu sekalian penempatan berat beban di pundak Rionny.
Rionny telah terima pekerjaan itu dan dia harus siap-siap hadapi pekerjaan maha berat. Dia tidak mempunyai peluang seperti si adik, Rexy Mainaky, yang menjadi Kabid Binpres PBSI 2012-2016.
Waktu itu Rexy tiba sesudah Olimpiade 2012 dan mulai berbenah di Pelatnas Cipayung dengan sasaran akhir ialah Olimpiade 2016.
Rexy punyai waktu empat tahun dan beberapa kompetisi penting yang bisa saja titik penilaian saat sebelum memperoleh beberapa pemain yang patut dihandalkan.
Kecuali beberapa titel juara dunia, gelar All England, dan runtutan gelar Super Series, pucuk kesuksesan Rexy ialah kembalikan adat emas Olimpiade yang sempat raib melalui kemenangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di Rio de Janeiro.
Kemenangan itu bisa saja acuan berhasil Rexy sepanjang jadi Kabid Binpres PBSI.
Hal tersebut yang tidak dimiliki Rionny sekarang ini. Pada tahun pertama, dia telah hadapi penyiapan ke arah Olimpiade 2020.
Rionny tidak punyai hal tersebut. Pada tahun pertama, dia harus siap-siap hadapi Olimpiade di muka mata.
Rionny harus melanjutkan hal yang sudah berjalan sepanjang masa 2016-2020.
Dia mungkin hadapi keadaan saat kesuksesan di Olimpiade kelak masih lebih dihubungkan dengan performa pengurusan awalnya karena dia cuman dipandang ‘sekadar’ mengakhiri program yang sudah ada.
Tetapi satu perihal yang jelas, Rionny Mainaky ialah orang yang perlu bertanggungjawab saat yang didapatkan ialah ketidakberhasilan. Tiada dia dapat mengelak dengan fakta dia cuman punyai waktu sesaat untuk bikin program dan cuman melanjutkan peninggalan pengurusan awalnya.
Rionny barusan duduk di bangku Binpres PBSI tetapi seakan leher kepunyaannya telah dalam teror sebilah pedang berbentuk tuntutan kesuksesan dan bersambungnya adat emas di Olimpiade.
Rionny tidak punyai beberapa waktu untuk bernafas dan mengendalikan sikap. Dia dituntut untuk dapat berbuah hasil bagus dalam waktu singkat.
Dalam lebih dari lima tahun akhir, nama Rionny Mainaky adalah nama yang paling diharapkan oleh PBSI tetapi berbuntut ketidakberhasilan. PBSI telah usaha mengambil Rionny semenjak jaman Gita Wirjawan.
Usaha sekian tahun itu baru berbuah hasil di tahun lalu saat Rionny Mainaky pada akhirnya sukses tarik ke pelatnas Cipayung selaku pelatih tunggal putri.
Baru satu tahun menjadi pelatih tunggal putri, kompetisi badminton berhenti sebab wabah corona hingga Rionny tidak dapat memperlihatkan performanya secara optimal dalam usaha mengganti muka tunggal putri Indonesia yang dipandang turun dalam dua dasawarsa paling akhir.
Selaku pelatih, Rionny masak di luar negeri, yakni di Jepang. Dia punyai peran besar dalam pembimbingan pemain teratas Jepang yang berada di kelas atas dunia waktu ini ibarat Nozomi Okuhara dan Kento Momota.
Dia tidak akan gagap dalam soal pengaturan program pembimbingan dan peningkatan pemain sebab dia telah sekian tahun melakukan.
Tapi keadaan menjelang Olimpiade 2020 di 2021 ialah keadaan yang penuh rintangan. Keadaan sekarang ini berlainan dibandingkan beberapa tahun awalnya.
Selain Rionny harusnya pimpin pertarungan besar pada tahun pertama, beberapa pemain Pelatnas Cipayung hadapi keadaan susah.
Olahragawan telah tidak tampil sepanjang delapan bulan di kompetisi internasional hingga status pemain Indonesia di peta kemampuan harus dibaca ulangi.
Beberapa turnamen pada awal tahun bisa saja awalnya referensi status pemain Indonesia, terutamanya yang akan jadi wakil ke Olimpiade, sekarang ini.
Tidak cuman faktor tehnis, Rionny harus juga dapat menangani desakan psikis dan psikis yang ditemui beberapa pemain Indonesia berkaitan ketidakjelasan kompetisi di tengah-tengah wabah corona.
Wabah corona belum teratasi seutuhnya, walau keadaan telah lebih baik dibanding awalnya tahun ini bersamaan berita kedatangan vaksin.
Meskipun BWF telah mengeluarkan agenda kompetisi sepanjang paruh awalnya tahun 2021, masihlah ada peluang pembatalan-pembatalan yang ditemui bersamaan keadaan setiap negara pada wabah corona masih berbeda.Bahkan juga terhitung penerapan Olimpiade sekalinya tidak terlepas dari peluang gagal.
Pada kondisi ketidakjelasan, Rionny harus mempersiapkan beberapa pemain Indonesia masih pada keadaan siap tempur jika gelaran-ajang besar seperti All England, Piala Sudirman, Olimpiade, dan Piala Thomas-Uber pada akhirnya sukses diadakan.
Seandainya nanti Indonesia raih juara di beberapa turnamen elite itu, khususnya adat emas Olimpiade, pantaslah angkat topi untuk Rionny Mainaky tiada melihat dia ‘sekadar’ melanjutkan perjuangan yang sudah dibuat sepanjang empat tahun terakhir.
Sebab dalam beberapa waktu di depan, Rionny Mainaky akan punyai beban terbesar selaku penanggung jawab prestasi badminton Indonesia.
Sumber : cnnindonesia.com